MAKALAH
FILSAFAT ILMU PENGETAHUAN TENTANG
ETIKA
KEILMUAN
Oleh :
Lulu Atun Nafisah
F1A014039
SOSIOLOGI KELAS B
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU
POLITIK
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2015
BAB
I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Masalah
Ilmu merupakan salah satu faktor
yang paling penting dalam kehidupan, karena tanpa ilmu manusia akan buta
tentang pengetahuan dan tidak dapat membedakan antara mana yang baik dan mana
yang salah. Ilmu berupaya mengungkapkan realitas sebagaimana adanya, sedangkan
moral pada dasarnya adalah petunjuk tentang apa yang seharusnya dilakukan
manusia. Hasil-hasil kegiatan keilmuan memberikan alternatif untuk memberikan
keputusan politik dengan berkiblat pada pertimbangan moral. Ilmu pengetahuan
merupakan alat bagi manusia, yang diciptakan dengan tujuan untuk meningkatkan
kesejahteraan manusia. Dengan ilmu dapat diciptakan suasana yang lebih baik dan
dengan demikian melalui ilmulah manusia dapat lebih mudah mencapai tujuan untuk
meningkatkan kesejahteraan. Meskipun dalam perkembangannya kemajuan ilmu
pengetahuan tidak selalu mensejahterakan manusia, tetapi banyak pula keburukan
bahkan penderitaan yang dialami oleh manusia sebagai dampak dari kemajuan ilmu
pengetahuan itu sendiri.
Penerapan dari ilmu
pengetahuan dan teknologi membutuhkan dimensi etis sebagai pertimbangan dan kadang-kadang
mempunyai pengaruh pada proses perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Tanggung jawab etis merupakan hal yang menyangkut kegiatan maupun penggunaan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Dalam hal ini berarti ilmuwan dalam mengembangkan
ilmu pengetahuan dan teknologi harus memperhatikan kodrat dan martabat manusia,
menjaga keseimbangan ekosistem, bertanggung jawab pada dasarnya ilmu pengetahuan
dan teknologi adalah untuk mengembangkan dan memperkokoh eksistensi manusia
bukan untuk mengancurkan eksitensi manusia. Kendati tinggi ilmu seseorang,
apabila tidak memiliki nilai-nilai yang sudah menjadi semacam aturan dalam
kehidupannya dan tidak memanfaatkan ilmu yang dimilikinya untuk kebaikan dan
kemaslahatan orang banyak orang tersebut tidak akan dipandang tinggi.
Tanggung
jawab ilmu pengetahuan dan teknologi menyangkut juga tanggung terhadap hal-hal
yang akan dan telah diakibatkan ilmu pengetahuan serta teknologi dimasa-masa
lalu, sekarang maupun apa akibatnya bagi masa depan berdasarkan
keputusan-keputusan bebas manusia dalam kegiatanya. Penemuan baru dalam ilmu
pengetahuan dan teknologi terbukti ada yang dapat mngubah semua aturan, baik
alam maupun manusia. Hal ini tentu saja menuntut tanggung jawab agar selalu
menjaga apa yang diwujudkan dalam perubahan tersebut yang menjadi perubahan
tersebut yang menjadi perubahan terbaik bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi itu sendiri maupun bagi perkembangan eksistensi manusia secara utuh. Tanggung
jawab etis tidak hanya menyangkut mengupayakan penerapan ilmu pengetahuan dan
teknologi secara tepat dalam kehidupan manusia. Akan tetapi, menyadari juga apa
yang seharusnya dikerjakan atau tidak dikerjakan untuk memperkokoh kedudukan
serta martabat manusia, baik dalam hubunganya sebagai pribadi, dengan
lingkunganya maupun sebagai makhluk yang bertanggung jawab terhadap Khaliknya.
Sesuai
dengan pendapat Van Melsen (1985) bahwa perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi akan menghambat ataupun meningkatkan keberadaan maunusia tergantung
pada manusia itu sendiri, karena ilmu pengetahuan dan teknologi dilakukan oleh
manusia dan untuk kepentingan manusia dalam kebudayaanya. Ilmu pengetahuan dan
teknologi bukan saja sarana untuk mengembangkan diri manusia, tetapi juga
merupakan hasil perkembangan dan kreativitas manusia itu sendiri.
2.
Rumusan Masalah
a. Apa
pengertian etika keilmuan ?
b. Bagaimana
problematika etika dan tanggung jawab ilmu pengetahuan ?
c. Bagaimana
sikap ilmiah yang harus dimiliki seorang ilmuan ?
3. Tujuan Penulisan
Dalam
penulisan makalah ini, penulis bertujuan untuk mengetahui makna dari etika
keilmuwan, problematika etika dan tanggung jawab ilmu pengetahuan serta sikap
ilmiah yang harus dimiliki seorang ilmuan.
BAB
II
PEMBAHASAN
1.
Pengertian Etika Keilmuwan
Istilah
etikan dari bahasa Yunani etos yang berati baik, berbudaya, atau beradat. Jadi
etika keilmuan mengandaikan adanya tatanan nilai-nilai kebaikan (etis) dalam
keilmuan, baik dalam mengusahakan ilmu maupun dalam menerapkan ilmu bagi
kepentingan manusia. Ilmuan dan keilmuan perlu didasarkan pada sebuah sikap
kesadaran etis yang kuat. Kesadaran etis dalam keilmuan berlangsung, baik mulai
dari tahap uapaya pencaharian dan penentuan kebenaran maupun sampai pada tahap
penerapan hasilnya dalam bentuk pembangunan. Ciri etis yang mendasari proses
tersebut merupakan sebuah kategori moral keilmuan yang melandasi sikap etis
seorang ilmuwan. Sikap etis yang demikian bukan saja merupakan sebuah jalan
pemikiran bagi sang ilmuwan, tetapi justru lebih merupakan totalitas jalan
hidupnya, dalam sebuah tanggung jawab keilmuan yang utuh. Etika keilmuan dan
moral keilmuan berbeda, etika keilmuan mendasari diri pada sikap kritis dalam
melakukan keputusan secara bebas sementara moral keilmuan mendasari diri pada
perintah moral atau kewajiban-kewajiban yang patut diikuti, namun keduanya
memiliki kesamaan dalam hal kemutlakan sikap keilmuan yang tegas terhadap
kebenaran.
Etika
keilmuan merupakan sesuatu dorongan kejiwaan yang mempengaruhi dan menentukan bagaimana
ilmuwan melakukan kegiatan keilmuannya (memproses kebenaran dan menerapkan
kebenaran keilmuan) secara kritis dan bertanggung jawab. Dalam hal ini etika
keilmuan sangat berhubungan dengan semangat dan sikap bathin (kehendak bathin)
para ilmuwan yang bersifat tetap dalam dirinya untuk bersikap adil, benar,
jujur, bertanggung jawab, setia, dan tahan uji dalam mengembangkan ilmu, baik
untuk kepentingan keilmuan secara luas maupun untuk penerapannya dalam
membangun kehidupan. Jadi, etika keilmuan mengandaikan adanya kehendak bathin
yang kuat sebagai sebuah tuntutan moral yang harus direalisasikan dalam rangka
tugas keilmuan.
Seorang
ilmuwan, secara moral tidak akan membiarkan kebenaran ilmunya atau hasil
penelitiannya untuk membunuh dan menindas sesama manusia dan merusak alam lingkungannya.
Ilmu atau keilmuan tetap dikembangkan pada jalurnya yang sebenarnya. Melalui
etika keilmuan, ilmu terus dikembangkan sebagai prestasi keluhuran manusia yang
mampu menyejahterakan manusia serta membuat manusia menjadi actor bagi
kehidupan, tapi di sisi lain, melalui etika keilmuan manusia (ilmuwan) terus
dinasihati dan digembalakan agar tidak menyelewengkan keilmuan itu sendiri
untuk mengancam kemanusiaanya dan lingkungannya.
2.
Problematika Etika dan Tanggung Jawab Ilmu Pengetahuan
Peranan etika akan sangat kentara
ketika perkembangan ilmu terjadi pada saat tahap peralihan dari kontemplasi ke
tahap manipulasi. Pada tahap kontemplasi, masalah moral berkaitan dengan
metafisik keilmuan, sedangkan pada tahap manipulasi masalah moral berkaitan
dengan cara penggunaan pengetahuan ilmiah itu sendiri. Dengan kata lain ketika ilmu
dihadapkan pada kenyataan, maka yang dibicarakan adakah tentang aksiologi keilmuan.
Sebelum menentukan sejauh mana peran moral dalam penggunaan ilmu atau
teknologi, ada dua kelompok yang memandang hubungan antara ilmu dan moral.
Kelompok pertama, memandang bahwa ilmu itu harus bersifat netral, bebas dari
nilai-nilai ontologi dan aksiologi. Dalam hal ini, fungsi ilmuwan adalah menemukan
pengetahuan selanjutnya terserah kepada orang lain untuk mempergunakan untuk tujuan
baik atau buruk. Kelompok pertama ini ingin melanjutkan tradisi kenetralannya
secara total seperti pada waktu Galileo. Kelompok kedua, berpendapat bahwa
kenetralan terhadap nilai hanyalah terbatas pada metafisik keilmuan, sedangkan
dalam penggunaannya, bahkan pemilihan obyek penelitian, kegiatan keilmuan harus
berlandaskan asas-asas moral. Hal ini ditegaskan oleh Charles Darwin bahwa
kesadaran kita akan moral dalam penggunakan ilmu kita sejogyanya menggunakan
pikiran kita .
Persoalan baru yang muncul saat
menerapkan nilai moral ialah konflik yang menimbulkan dilema nurani mana yang
baik, benar, yang mana yang tidak dan mana yang selayaknya. Disinilah, etika
memainkan peranannya, etika berkaitan dengan “apa yang seharusnya” atau terkait
dengan apa yang baik dan tidak baik untuk kita lakukan serta apa yang salah dan
apa yang benar. Menurut J.Osdar, oleh filsuf Yunani kuno, Aristoteles,
kataetika dipakai untuk menunjukkan filsafat moral. Kata moral punya arti sama
dengan kosakata etika. Kata moral berasal dari bahasa Latin, yakni mos
(jamaknya mores). Artinya kebiasaan, adat. Di sini kata moral dan etika punya
arti sama.Dari pemahaman tersebut, maka etika menjadi acuan atau panduan bagi
ilmu dalam realisasi pengembangannya.
Kenyataan
bahwa ilmu pengetahuan tidak boleh terpengaruh oleh nilai-nilai yang letaknya
diluar ilmu pengetahuan, dapat
diungkapkan juga dengan rumusan singkat bahwa ilmu pengetahuan itu seharusnya
bebas. Namun demikian jelaslah kiranya bahwa kebebasan yang dituntut ilmu
pengetahuan sekali-kali tidak sama dengan ketidakterikatan mutlak. Kenyataan
bahwa ilmu pengetahuan tidak boleh terpengaruh oleh nilai-nilai yang letaknya
di luar ilmu pengetahuan, dapat diungkapkan juga dengan rumusan singkat bahwa
ilmu pengetahuan itu seharusnya bebas. Patutlah kita menyelidiki lebih lajut bagaimana
kebebasan ini. Bila kata “kebebasan” dipakai, yang dimaksudkan adalah dua hal:
kemungkinan untuk memilih dan kemampuan atau hak subjek bersangkutan untuk
memilih sendiri. Supaya terdapat kebebasan, harus ada penentuan sendiri dan
bukan penentuan dari luar. Etika memang tidak masuk dalam kawasan ilmu
pengetahuan yang bersifat otonom, tetapi tidak dapat disangkal ia berperan
dalam perbincangan ilmu pengetahuan. Tanggungjawab etis, merupakan hal yang
menyangkut kegiatan maupun penggunaan ilmu pengetahuan. Dalam kaitan hal ini
terjadi keharusan untuk memperhatikan kodrat manusia, martabat manusia, menjaga
keseimbangan ekosistem, bertanggungjawab pada kepentingan umum, kepentingan
pada generasi mendatang, dan bersifat universal . Karena pada dasarnya ilmu
pengetahuan adalah untuk mengembangkan dan memperkokoh eksistensi manusia bukan
untuk menghancurkan eksistensi manusia.
Dalam
bahasa Melsen, tanggungjawab dalam ilmu pengetahuan menyangkut problem etis
karena menyangkut ketegangan-ketegangan antara realitas yang ada dan realitas
yang seharusnya ada. Ilmu pengetahuan secara ideal seharusnya berguna dalam dua
hal yaitu membuat manusia rendah hati karena memberikan kejelasan tentang jagad
raya, kedua mengingatkan bahwa kita masih bodoh dan masih banyak yang harus
diketahui dan dipelajari. Ilmu pengetahuan tidak mengenal batas, asalkan
manusia sendiri yang menyadari keterbatasannya. Ilmu pengetahuan tidak dapat
menyelesaikan masalah manusia secara mutlak, namun ilmu pengetahuan sangat
bergua bagi manusia. Keterbatasan ilmu pengetahuan mengingatkan kepada manusia
untuk tidak hanya mengekor secara membabi buta kearah yang tak dapat
dipanduinya, sebab ilmu pengetahuan saja tidak cukup dalam menyelesaikan masalah
kehidupan yang amat rumit ini. Keterbatasan ilmu pengetahuan membuat manusia
harus berhenti sejenak untuk merenungkan adanya sesuatu sebagai pegangan.
3. Sikap Ilmiah yang Harus Dimiliki
Seorang Ilmuwan
Ilmu bukanlah merupakan pengetahuan
yang datang demikian saja sebagai barang yang sudah jadi dan datang dari dunia
khayal. Akan tetapi ilmu merupakan suatu cara berpikir yang demikian dalam
tentang sesuatu obyek yang khas dengan pendekatan yang khas pula sehingga
menghasilkan suatu kesimpulan yang berupa pengeta-huan yang ilmiah. Ilmiah dalam
arti bahwa sistem dn struktur ilmu dapat dipertanggungjawabkan seca-ra terbuka.
Disebabkan oleh karena itu pula ia terbuka untuk diuji oleh siapapun. Ilmu
pengetahuan menghasilkan teknologi yang diterapkan pada masyarakat. Ilmu
pengetahuan dan teknologi dalam penerapannya dapat menjadi berkah dan
penyelamat bagi manusia, tetapi juga bisa menjadi bencana bagi manusia.
Disinilah pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi perlu diperhatikan dengan
sebaik-baiknya.
Proses transformasi ilmu pengetahuan yang dimanfaatkan
oleh masyarakat tidak terlepas dari ilmuwan. Seorang ilmuwan akan dihadapkan
pada kepentingan-kepentingan pribadi ataukah kepentingan masyarakat akan
membawa pada persoalan etika keilmuan serta masalah bebas nilai. Fungsi ilmuwan
tidak berhenti pada penelaah dan keilmuan secara individual namun juga ikut
bertanggungjawab agar produk keilmuannya sampai dan dapat dimanfaatkan oleh
masyarakat.
Pengetahuan
ilmiah adalah pengetahuan yang di dalam dirinya memiliki karakteristik kritis,
rasional, logis, obyektif, dan terbuka. Hal ini merupakan suatu keharusan bagi
seorang ilmuwan untuk melakukannya. Namun selain itu juga masalah mendasar yang
dihadapi ilmuwan setelah ia membangun suatu bangunan yang kokoh kuat adalah
masalah kegunaan ilmu bagi kehidupan manusia. Memang tak dapat disangkal bahwa
ilmu telah membawa manusia kearah perubahan yang cukup besar. Akan tetapi
dapatkah ilmu yang kokoh, kuat, dan mendasar itu menjadi penyelamat manusia
bukan sebaliknya. Disinilah letak tang-gung jawab seorang ilmuwan, moral dan
akhlak amat diperlukan. Oleh karenanya penting bagi para ilmuwan memiliki sikap
ilmiah.
Sikap dan perilaku sangat penting
dalam kehidupan. Setiap tingkah laku dan perilaku seseorang akan menjadi tolok
ukur tentang kepribadian sesorang tersebut. Oleh karena itu seorang ilmuan
mesti memiliki sikap ilmiah yang mencerminkan dirinya sebagai ilmuan. Sikap
yang dimaksud bisa berupa rendah diri, tidak sombong, dan selalu menghargai
orang lain. Sikap ilmiah diharapkan dimiliki seorang ilmuan sebab sesuai dengan
pengertiannya bahwa ilmuan adalah orang yang ahli atau banyak pengetahuannya
menguasai suatu ilmu. Ilmuan dapat pula dikatakan kepada orang yang
berkecimpung dalam ilmu pengetahuan.
Sikap ilmiah harus dimiliki oleh
setiap ilmuwan. Hal ini disebabkan oleh karena sikap ilmiah adalah suatu sikap
yang diarahkan untuk mencapai suatu pengetahuan ilmiah yang bersifat obyektif.
Sikap ilmiah bagi seorang ilmuwan bukanlah membahas tentang tujuan dari ilmu,
melainkan bagaimana cara untuk mencapai suatu ilmu yang bebas dari prasangka
pribadi dan dapat dipertanggungjawabkan secara sosial untuk melestarikan dan
keseimbangan alam semesta ini, serta dapat dipertanggungawabkan kepada Tuhan. Artinya
selaras dengan kehendak manusia dengan kehendak Tuhan.
Sikap
ilmiah yang perlu dimiliki para ilmuwan menurut Abbas Hamami M., (1996)
sedikitnya ada enam , yaitu:
a. Tidak
ada rasa pamrih (disinterstedness), artinya suatu sikap yang diarahkan untuk
mencapai pengetahuan ilmiah yang obyektif dengan menghilangkan pamrih atau
kesenangan pribadi.
b. Bersikap
selektif, yaitu suatu sikap yang tujuannya agar para ilmuwan mampu mengadakan
pemilihan terhadap pelbagai hal yang dihadapi. Misalnya hipotesis yang beragam,
metodologi yang masing-masing menunjukkan kekuatannya masing-masing atau cara
penyimpulan yang satu cukup berbeda walaupun masing-masing menunjukkan
akurasinya.
c. Adanya
rasa percaya yang layak baik terhadap kenyataan maupun terhadap alat-alat
indera serta budi (mind).
d. Adanya
sikap yang berdasar pada suatu kepercayaan (belief) dan dengan merasa pasti
(conviction) bahwa setiap pendapat atau teori yang terdahulu telah mencapai
kepastian.
e. Adanya
suatu kegiatan rutin bahwa seorang ilmuwan harus selalu tidak puas terhadap
penelitian yang telah dilakukan, sehingga selalu ada dorongan untuk riset, dan
riset sebagai aktivitas yang menonjol dalam hidupnya. Seorang ilmuwan harus
memiliki sikap etis (akhlak) yang selalu berkehendak untuk mengembangkan ilmu
untuk kemajuan ilmu dan untuk kebahagiaan manusia, lebih khusus untuk
pembangunan bangsa dan negara.
Disamping
sikap ilmiah berlaku secara umum tersebut, pada kenyataannya masih ada etika
keilmuan yang secara spesifik berlaku bagi kelompok-kelompok ilmuwan tertentu.
Misalnya, etika kedokteran, etika bisnis, etika politisi, serta etika-etika
profesi lainnya yang secara normatif berlaku dan dipatuhi oleh kelompoknya itu.
Taat asas dan kepatuhan terhadap norma-norma etis yang berlaku bagi para
ilmuwan diharapkan akan menghilangkan kegelisahan serta ketakutan manu-sia
terhadap perkembangan ilmu dan teknologi. Bahkan diharapkan manusia akan
semakin percaya pada ilmu yang membawanya pada suatu keadaan yang membahagiakan
dirinya sebagai manusia. Hal ini sudah barang tentu jika pada diri para ilmuwan
tidak ada sikap lain kecuali pencapaian obyektivitas dan demi kemajuan ilmu
untuk kemanusiaan.
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Istilah etika dari bahasa Yunani etos
yang berati baik, berbudaya, atau beradat. Jadi etika keilmuan mengandaikan
adanya tatanan nilai-nilai kebaikan (etis) dalam keilmuan, baik dalam
mengusahakan ilmu maupun dalam menerapkan ilmu bagi kepentingan manusia. Ilmu
atau keilmuan, bagaikan pisau bermata dua, di satu sisi menyenangkan tetapi di
sisi lain mencemaskan. Kenyataan tersebut menegaskan pentingnya etika keilmuan
dalam menyiasati perkembangan keilmuan itu sendiri. Dengannya, ilmu atau
keilmuan tetap dikembangkan pada jalurnya yang sebenarnya. Melalui etika
keilmuan, ilmu terus dikembangkan sebagai prestasi keluhuran manusia yang mampu
menyejahterakan manusia serta membuat manusia menjadi actor bagi kehidupan,
tapi di sisi lain, melalui etika keilmuan manusia (ilmuwan) terus dinasihati
dan digembalakan agar tidak menyelewengkan keilmuan itu sendiri untuk mengancam
kemanusiaanya dan lingkungannya.
Sebagai suatu obyek etika berkaitan dengan konsep yang
dimiliki oleh oleh individu maupun masyarakat untuk menilai suatu tindakan yang
akan dikerjakan. Dimana etika memberikan penilaian. batasan dan arahan yang
mengatur manusia dalam kelompok sosial lainnya. Dalam proses penilaiannya
etika memberikan arahan agar ilmu pengetahuan berguna dalam memberikan
arah atau pedoman dan tujuan masing-masing orang. Ilmu secara moral harus
ditujukan untuk kebaikan umat manusia tanpa merendahkan martabat seseorang.
Persoalan yang mendasar dalam etika keilmuan adalah
bahwa penerapan ilmu pengetahuan selalu memerlukan pertimbangan dari segi etis
yang berpengaruh pada pengembangan ilmu pengetahuan di masa yang akan datang.
Sehingga dalam pengembangannya para ilmuwan harus memperhatikan dan menjaga
martabat manusia dan kelestarian lingkungan. juga diperlukan, kedewasaan yang
sesungguhnya dari manusia untuk menentukan mana yang baik dan buruk bagi
kehidupannya.
Ilmu
merupakan suatu cara berpikir tentang sesuatu objek yang khas dengan pendekatan
tertentu sehingga menghasilkan suatu kesimpulan yang berupa pengetahuan ilmiah.
Ilmiah dalam arti sistem dan struktur ilmu dapat dipertanggungjawabkan secara
terbuka. Suatu keharusan bagi ilmuwan memiliki moral dan akhlak untuk membuat
pengetahuan ilmiah menjadi pengetahuanyang didalamnya memiliki karakteristik
kritis, rasional, logis, objektif, dan terbuka. Disampingitu, pengetahuan yang
sudah dibangun harus memberikan kegunaan bagi kehidupan manusia, menjadi
penyelamat manusia, serta senantiasa menjaga kelestarian dan keseimbangan alam.
Disinilah letak tanggung jawab ilmuwan untuk memiliki sikap ilmiah.Para ilmuwan
sebagai profesional di bidang keilmuan tentu perlu memiliki visi moral,
yangdalam filsafat ilmu 9disebut sebagai sikap ilmiah, yaitu suatu sikap yang
diarahkan untuk mencapai pengetahuan ilmiah yang bersifat objektif, yang bebas
dari prasangka pribadi, dapatdipertanggungjawabkan secara sosial dan kepada
Tuhan.
2. Saran
Seorang
Ilmuwan harus memiliki sikap ilmah karena sikap ilmiah adalah suatu sikap yang
diarahkan untuk mencapai suatu pengetahuan ilmiah yang bersifat obyektif.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat penting bagi manusia, karena
itu semua menentukan hidup manusia, apakah akan berhenti dengan ketertinggalan
ilmu di era globalisasi ini atau akan mengikuti perkembangan dunia.
DAFTAR PUSTAKA
Prof. Dr.
Amsal Bakhtiar,MA, Filsafat Ilmu, PT Raja Grafindo Persada,
Jakarta, 2010
Jujun S.
Suriasumantri, Filsafat Ilmu, Sebuah Pengantar Populer, Pustaka Sinar
Harapan, Jakarta, 2009
Prof. Konrad
Kebung, Ph.D, Filsafat Ilmu Pengetahuan, Pustakaraya, Jakarta,
2011.
Drs.
Surajio, Ilmu Filsafat Suatu Pengantar, PT
Bumi Aksara, Jakarta, 2005
Tidak ada komentar:
Posting Komentar