Rabu, 13 Mei 2015

etika keilmuwan

MAKALAH FILSAFAT ILMU PENGETAHUAN TENTANG
ETIKA KEILMUAN


Oleh :
Lulu Atun Nafisah
F1A014039


SOSIOLOGI KELAS B
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2015


BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah
            Ilmu merupakan salah satu faktor yang paling penting dalam kehidupan, karena tanpa ilmu manusia akan buta tentang pengetahuan dan tidak dapat membedakan antara mana yang baik dan mana yang salah. Ilmu berupaya mengungkapkan realitas sebagaimana adanya, sedangkan moral pada dasarnya adalah petunjuk tentang apa yang seharusnya dilakukan manusia. Hasil-hasil kegiatan keilmuan memberikan alternatif untuk memberikan keputusan politik dengan berkiblat pada pertimbangan moral. Ilmu pengetahuan merupakan alat bagi manusia, yang diciptakan dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan manusia. Dengan ilmu dapat diciptakan suasana yang lebih baik dan dengan demikian melalui ilmulah manusia dapat lebih mudah mencapai tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan. Meskipun dalam perkembangannya kemajuan ilmu pengetahuan tidak selalu mensejahterakan manusia, tetapi banyak pula keburukan bahkan penderitaan yang dialami oleh manusia sebagai dampak dari kemajuan ilmu pengetahuan itu sendiri.
Penerapan dari ilmu pengetahuan dan teknologi membutuhkan dimensi etis sebagai pertimbangan dan kadang-kadang mempunyai pengaruh pada proses perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Tanggung jawab etis merupakan hal yang menyangkut kegiatan maupun penggunaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dalam hal ini berarti ilmuwan dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi harus memperhatikan kodrat dan martabat manusia, menjaga keseimbangan ekosistem, bertanggung jawab pada dasarnya ilmu pengetahuan dan teknologi adalah untuk mengembangkan dan memperkokoh eksistensi manusia bukan untuk mengancurkan eksitensi manusia. Kendati tinggi ilmu seseorang, apabila tidak memiliki nilai-nilai yang sudah menjadi semacam aturan dalam kehidupannya dan tidak memanfaatkan ilmu yang dimilikinya untuk kebaikan dan kemaslahatan orang banyak orang tersebut tidak akan dipandang tinggi.
Tanggung jawab ilmu pengetahuan dan teknologi menyangkut juga tanggung terhadap hal-hal yang akan dan telah diakibatkan ilmu pengetahuan serta teknologi dimasa-masa lalu, sekarang maupun apa akibatnya bagi masa depan berdasarkan keputusan-keputusan bebas manusia dalam kegiatanya. Penemuan baru dalam ilmu pengetahuan dan teknologi terbukti ada yang dapat mngubah semua aturan, baik alam maupun manusia. Hal ini tentu saja menuntut tanggung jawab agar selalu menjaga apa yang diwujudkan dalam perubahan tersebut yang menjadi perubahan tersebut yang menjadi perubahan terbaik bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi itu sendiri maupun bagi perkembangan eksistensi manusia secara utuh. Tanggung jawab etis tidak hanya menyangkut mengupayakan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi secara tepat dalam kehidupan manusia. Akan tetapi, menyadari juga apa yang seharusnya dikerjakan atau tidak dikerjakan untuk memperkokoh kedudukan serta martabat manusia, baik dalam hubunganya sebagai pribadi, dengan lingkunganya maupun sebagai makhluk yang bertanggung jawab terhadap Khaliknya.
Sesuai dengan pendapat Van Melsen (1985) bahwa perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi akan menghambat ataupun meningkatkan keberadaan maunusia tergantung pada manusia itu sendiri, karena ilmu pengetahuan dan teknologi dilakukan oleh manusia dan untuk kepentingan manusia dalam kebudayaanya. Ilmu pengetahuan dan teknologi bukan saja sarana untuk mengembangkan diri manusia, tetapi juga merupakan hasil perkembangan dan kreativitas manusia itu sendiri.

2.   Rumusan Masalah
a.       Apa pengertian etika keilmuan ?
b.      Bagaimana problematika etika dan tanggung jawab ilmu pengetahuan ?
c.       Bagaimana sikap ilmiah yang harus dimiliki seorang ilmuan ?
3.   Tujuan Penulisan
Dalam penulisan makalah ini, penulis bertujuan untuk mengetahui makna dari etika keilmuwan, problematika etika dan tanggung jawab ilmu pengetahuan serta sikap ilmiah yang harus dimiliki seorang ilmuan.







BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian Etika Keilmuwan
            Istilah etikan dari bahasa Yunani etos yang berati baik, berbudaya, atau beradat. Jadi etika keilmuan mengandaikan adanya tatanan nilai-nilai kebaikan (etis) dalam keilmuan, baik dalam mengusahakan ilmu maupun dalam menerapkan ilmu bagi kepentingan manusia. Ilmuan dan keilmuan perlu didasarkan pada sebuah sikap kesadaran etis yang kuat. Kesadaran etis dalam keilmuan berlangsung, baik mulai dari tahap uapaya pencaharian dan penentuan kebenaran maupun sampai pada tahap penerapan hasilnya dalam bentuk pembangunan. Ciri etis yang mendasari proses tersebut merupakan sebuah kategori moral keilmuan yang melandasi sikap etis seorang ilmuwan. Sikap etis yang demikian bukan saja merupakan sebuah jalan pemikiran bagi sang ilmuwan, tetapi justru lebih merupakan totalitas jalan hidupnya, dalam sebuah tanggung jawab keilmuan yang utuh. Etika keilmuan dan moral keilmuan berbeda, etika keilmuan mendasari diri pada sikap kritis dalam melakukan keputusan secara bebas sementara moral keilmuan mendasari diri pada perintah moral atau kewajiban-kewajiban yang patut diikuti, namun keduanya memiliki kesamaan dalam hal kemutlakan sikap keilmuan yang tegas terhadap kebenaran.
Etika keilmuan merupakan sesuatu dorongan kejiwaan yang mempengaruhi dan menentukan bagaimana ilmuwan melakukan kegiatan keilmuannya (memproses kebenaran dan menerapkan kebenaran keilmuan) secara kritis dan bertanggung jawab. Dalam hal ini etika keilmuan sangat berhubungan dengan semangat dan sikap bathin (kehendak bathin) para ilmuwan yang bersifat tetap dalam dirinya untuk bersikap adil, benar, jujur, bertanggung jawab, setia, dan tahan uji dalam mengembangkan ilmu, baik untuk kepentingan keilmuan secara luas maupun untuk penerapannya dalam membangun kehidupan. Jadi, etika keilmuan mengandaikan adanya kehendak bathin yang kuat sebagai sebuah tuntutan moral yang harus direalisasikan dalam rangka tugas keilmuan.
Seorang ilmuwan, secara moral tidak akan membiarkan kebenaran ilmunya atau hasil penelitiannya untuk membunuh dan menindas sesama manusia dan merusak alam lingkungannya. Ilmu atau keilmuan tetap dikembangkan pada jalurnya yang sebenarnya. Melalui etika keilmuan, ilmu terus dikembangkan sebagai prestasi keluhuran manusia yang mampu menyejahterakan manusia serta membuat manusia menjadi actor bagi kehidupan, tapi di sisi lain, melalui etika keilmuan manusia (ilmuwan) terus dinasihati dan digembalakan agar tidak menyelewengkan keilmuan itu sendiri untuk mengancam kemanusiaanya dan lingkungannya.
2. Problematika Etika dan Tanggung Jawab Ilmu Pengetahuan
            Peranan etika akan sangat kentara ketika perkembangan ilmu terjadi pada saat tahap peralihan dari kontemplasi ke tahap manipulasi. Pada tahap kontemplasi, masalah moral berkaitan dengan metafisik keilmuan, sedangkan pada tahap manipulasi masalah moral berkaitan dengan cara penggunaan pengetahuan ilmiah itu sendiri. Dengan kata lain ketika ilmu dihadapkan pada kenyataan, maka yang dibicarakan adakah tentang aksiologi keilmuan. Sebelum menentukan sejauh mana peran moral dalam penggunaan ilmu atau teknologi, ada dua kelompok yang memandang hubungan antara ilmu dan moral. Kelompok pertama, memandang bahwa ilmu itu harus bersifat netral, bebas dari nilai-nilai ontologi dan aksiologi. Dalam hal ini, fungsi ilmuwan adalah menemukan pengetahuan selanjutnya terserah kepada orang lain untuk mempergunakan untuk tujuan baik atau buruk. Kelompok pertama ini ingin melanjutkan tradisi kenetralannya secara total seperti pada waktu Galileo. Kelompok kedua, berpendapat bahwa kenetralan terhadap nilai hanyalah terbatas pada metafisik keilmuan, sedangkan dalam penggunaannya, bahkan pemilihan obyek penelitian, kegiatan keilmuan harus berlandaskan asas-asas moral. Hal ini ditegaskan oleh Charles Darwin bahwa kesadaran kita akan moral dalam penggunakan ilmu kita sejogyanya menggunakan pikiran kita .
            Persoalan baru yang muncul saat menerapkan nilai moral ialah konflik yang menimbulkan dilema nurani mana yang baik, benar, yang mana yang tidak dan mana yang selayaknya. Disinilah, etika memainkan peranannya, etika berkaitan dengan “apa yang seharusnya” atau terkait dengan apa yang baik dan tidak baik untuk kita lakukan serta apa yang salah dan apa yang benar. Menurut J.Osdar, oleh filsuf Yunani kuno, Aristoteles, kataetika dipakai untuk menunjukkan filsafat moral. Kata moral punya arti sama dengan kosakata etika. Kata moral berasal dari bahasa Latin, yakni mos (jamaknya mores). Artinya kebiasaan, adat. Di sini kata moral dan etika punya arti sama.Dari pemahaman tersebut, maka etika menjadi acuan atau panduan bagi ilmu dalam realisasi pengembangannya.
Kenyataan bahwa ilmu pengetahuan tidak boleh terpengaruh oleh nilai-nilai yang letaknya diluar  ilmu pengetahuan, dapat diungkapkan juga dengan rumusan singkat bahwa ilmu pengetahuan itu seharusnya bebas. Namun demikian jelaslah kiranya bahwa kebebasan yang dituntut ilmu pengetahuan sekali-kali tidak sama dengan ketidakterikatan mutlak. Kenyataan bahwa ilmu pengetahuan tidak boleh terpengaruh oleh nilai-nilai yang letaknya di luar ilmu pengetahuan, dapat diungkapkan juga dengan rumusan singkat bahwa ilmu pengetahuan itu seharusnya bebas. Patutlah kita menyelidiki lebih lajut bagaimana kebebasan ini. Bila kata “kebebasan” dipakai, yang dimaksudkan adalah dua hal: kemungkinan untuk memilih dan kemampuan atau hak subjek bersangkutan untuk memilih sendiri. Supaya terdapat kebebasan, harus ada penentuan sendiri dan bukan penentuan dari luar. Etika memang tidak masuk dalam kawasan ilmu pengetahuan yang bersifat otonom, tetapi tidak dapat disangkal ia berperan dalam perbincangan ilmu pengetahuan. Tanggungjawab etis, merupakan hal yang menyangkut kegiatan maupun penggunaan ilmu pengetahuan. Dalam kaitan hal ini terjadi keharusan untuk memperhatikan kodrat manusia, martabat manusia, menjaga keseimbangan ekosistem, bertanggungjawab pada kepentingan umum, kepentingan pada generasi mendatang, dan bersifat universal . Karena pada dasarnya ilmu pengetahuan adalah untuk mengembangkan dan memperkokoh eksistensi manusia bukan untuk menghancurkan eksistensi manusia.
Dalam bahasa Melsen, tanggungjawab dalam ilmu pengetahuan menyangkut problem etis karena menyangkut ketegangan-ketegangan antara realitas yang ada dan realitas yang seharusnya ada. Ilmu pengetahuan secara ideal seharusnya berguna dalam dua hal yaitu membuat manusia rendah hati karena memberikan kejelasan tentang jagad raya, kedua mengingatkan bahwa kita masih bodoh dan masih banyak yang harus diketahui dan dipelajari. Ilmu pengetahuan tidak mengenal batas, asalkan manusia sendiri yang menyadari keterbatasannya. Ilmu pengetahuan tidak dapat menyelesaikan masalah manusia secara mutlak, namun ilmu pengetahuan sangat bergua bagi manusia. Keterbatasan ilmu pengetahuan mengingatkan kepada manusia untuk tidak hanya mengekor secara membabi buta kearah yang tak dapat dipanduinya, sebab ilmu pengetahuan saja tidak cukup dalam menyelesaikan masalah kehidupan yang amat rumit ini. Keterbatasan ilmu pengetahuan membuat manusia harus berhenti sejenak untuk merenungkan adanya sesuatu sebagai pegangan.



3. Sikap Ilmiah yang Harus Dimiliki Seorang Ilmuwan
            Ilmu bukanlah merupakan pengetahuan yang datang demikian saja sebagai barang yang sudah jadi dan datang dari dunia khayal. Akan tetapi ilmu merupakan suatu cara berpikir yang demikian dalam tentang sesuatu obyek yang khas dengan pendekatan yang khas pula sehingga menghasilkan suatu kesimpulan yang berupa pengeta-huan yang ilmiah. Ilmiah dalam arti bahwa sistem dn struktur ilmu dapat dipertanggungjawabkan seca-ra terbuka. Disebabkan oleh karena itu pula ia terbuka untuk diuji oleh siapapun. Ilmu pengetahuan menghasilkan teknologi yang diterapkan pada masyarakat. Ilmu pengetahuan dan teknologi dalam penerapannya dapat menjadi berkah dan penyelamat bagi manusia, tetapi juga bisa menjadi bencana bagi manusia. Disinilah pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi perlu diperhatikan dengan sebaik-baiknya.
Proses transformasi ilmu pengetahuan yang dimanfaatkan oleh masyarakat tidak terlepas dari ilmuwan. Seorang ilmuwan akan dihadapkan pada kepentingan-kepentingan pribadi ataukah kepentingan masyarakat akan membawa pada persoalan etika keilmuan serta masalah bebas nilai. Fungsi ilmuwan tidak berhenti pada penelaah dan keilmuan secara individual namun juga ikut bertanggungjawab agar produk keilmuannya sampai dan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat.
Pengetahuan ilmiah adalah pengetahuan yang di dalam dirinya memiliki karakteristik kritis, rasional, logis, obyektif, dan terbuka. Hal ini merupakan suatu keharusan bagi seorang ilmuwan untuk melakukannya. Namun selain itu juga masalah mendasar yang dihadapi ilmuwan setelah ia membangun suatu bangunan yang kokoh kuat adalah masalah kegunaan ilmu bagi kehidupan manusia. Memang tak dapat disangkal bahwa ilmu telah membawa manusia kearah perubahan yang cukup besar. Akan tetapi dapatkah ilmu yang kokoh, kuat, dan mendasar itu menjadi penyelamat manusia bukan sebaliknya. Disinilah letak tang-gung jawab seorang ilmuwan, moral dan akhlak amat diperlukan. Oleh karenanya penting bagi para ilmuwan memiliki sikap ilmiah.
            Sikap dan perilaku sangat penting dalam kehidupan. Setiap tingkah laku dan perilaku seseorang akan menjadi tolok ukur tentang kepribadian sesorang tersebut. Oleh karena itu seorang ilmuan mesti memiliki sikap ilmiah yang mencerminkan dirinya sebagai ilmuan. Sikap yang dimaksud bisa berupa rendah diri, tidak sombong, dan selalu menghargai orang lain. Sikap ilmiah diharapkan dimiliki seorang ilmuan sebab sesuai dengan pengertiannya bahwa ilmuan adalah orang yang ahli atau banyak pengetahuannya menguasai suatu ilmu. Ilmuan dapat pula dikatakan kepada orang yang berkecimpung dalam ilmu pengetahuan.
            Sikap ilmiah harus dimiliki oleh setiap ilmuwan. Hal ini disebabkan oleh karena sikap ilmiah adalah suatu sikap yang diarahkan untuk mencapai suatu pengetahuan ilmiah yang bersifat obyektif. Sikap ilmiah bagi seorang ilmuwan bukanlah membahas tentang tujuan dari ilmu, melainkan bagaimana cara untuk mencapai suatu ilmu yang bebas dari prasangka pribadi dan dapat dipertanggungjawabkan secara sosial untuk melestarikan dan keseimbangan alam semesta ini, serta dapat dipertanggungawabkan kepada Tuhan. Artinya selaras dengan kehendak manusia dengan kehendak Tuhan.
Sikap ilmiah yang perlu dimiliki para ilmuwan menurut Abbas Hamami M., (1996) sedikitnya ada enam , yaitu:
a.       Tidak ada rasa pamrih (disinterstedness), artinya suatu sikap yang diarahkan untuk mencapai pengetahuan ilmiah yang obyektif dengan menghilangkan pamrih atau kesenangan pribadi.
b.      Bersikap selektif, yaitu suatu sikap yang tujuannya agar para ilmuwan mampu mengadakan pemilihan terhadap pelbagai hal yang dihadapi. Misalnya hipotesis yang beragam, metodologi yang masing-masing menunjukkan kekuatannya masing-masing atau cara penyimpulan yang satu cukup berbeda walaupun masing-masing menunjukkan akurasinya.
c.       Adanya rasa percaya yang layak baik terhadap kenyataan maupun terhadap alat-alat indera serta budi (mind).
d.      Adanya sikap yang berdasar pada suatu kepercayaan (belief) dan dengan merasa pasti (conviction) bahwa setiap pendapat atau teori yang terdahulu telah mencapai kepastian.
e.       Adanya suatu kegiatan rutin bahwa seorang ilmuwan harus selalu tidak puas terhadap penelitian yang telah dilakukan, sehingga selalu ada dorongan untuk riset, dan riset sebagai aktivitas yang menonjol dalam hidupnya. Seorang ilmuwan harus memiliki sikap etis (akhlak) yang selalu berkehendak untuk mengembangkan ilmu untuk kemajuan ilmu dan untuk kebahagiaan manusia, lebih khusus untuk pembangunan bangsa dan negara.
Disamping sikap ilmiah berlaku secara umum tersebut, pada kenyataannya masih ada etika keilmuan yang secara spesifik berlaku bagi kelompok-kelompok ilmuwan tertentu. Misalnya, etika kedokteran, etika bisnis, etika politisi, serta etika-etika profesi lainnya yang secara normatif berlaku dan dipatuhi oleh kelompoknya itu. Taat asas dan kepatuhan terhadap norma-norma etis yang berlaku bagi para ilmuwan diharapkan akan menghilangkan kegelisahan serta ketakutan manu-sia terhadap perkembangan ilmu dan teknologi. Bahkan diharapkan manusia akan semakin percaya pada ilmu yang membawanya pada suatu keadaan yang membahagiakan dirinya sebagai manusia. Hal ini sudah barang tentu jika pada diri para ilmuwan tidak ada sikap lain kecuali pencapaian obyektivitas dan demi kemajuan ilmu untuk kemanusiaan.




















BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Istilah etika dari bahasa Yunani etos yang berati baik, berbudaya, atau beradat. Jadi etika keilmuan mengandaikan adanya tatanan nilai-nilai kebaikan (etis) dalam keilmuan, baik dalam mengusahakan ilmu maupun dalam menerapkan ilmu bagi kepentingan manusia. Ilmu atau keilmuan, bagaikan pisau bermata dua, di satu sisi menyenangkan tetapi di sisi lain mencemaskan. Kenyataan tersebut menegaskan pentingnya etika keilmuan dalam menyiasati perkembangan keilmuan itu sendiri. Dengannya, ilmu atau keilmuan tetap dikembangkan pada jalurnya yang sebenarnya. Melalui etika keilmuan, ilmu terus dikembangkan sebagai prestasi keluhuran manusia yang mampu menyejahterakan manusia serta membuat manusia menjadi actor bagi kehidupan, tapi di sisi lain, melalui etika keilmuan manusia (ilmuwan) terus dinasihati dan digembalakan agar tidak menyelewengkan keilmuan itu sendiri untuk mengancam kemanusiaanya dan lingkungannya.
Sebagai suatu obyek etika berkaitan dengan konsep yang dimiliki oleh oleh individu maupun masyarakat untuk menilai suatu tindakan yang akan dikerjakan. Dimana etika memberikan penilaian. batasan dan arahan yang mengatur manusia dalam kelompok sosial lainnya.  Dalam proses penilaiannya etika memberikan arahan agar ilmu pengetahuan  berguna dalam memberikan  arah atau pedoman  dan tujuan masing-masing orang. Ilmu secara moral harus ditujukan untuk kebaikan umat manusia tanpa merendahkan martabat seseorang.
Persoalan yang mendasar dalam etika keilmuan adalah bahwa penerapan ilmu pengetahuan selalu memerlukan pertimbangan dari segi etis yang berpengaruh pada pengembangan ilmu pengetahuan di masa yang akan datang. Sehingga dalam pengembangannya para ilmuwan harus memperhatikan dan menjaga martabat manusia dan kelestarian lingkungan. juga diperlukan, kedewasaan yang sesungguhnya dari manusia untuk menentukan mana  yang baik dan buruk bagi kehidupannya.
Ilmu merupakan suatu cara berpikir tentang sesuatu objek yang khas dengan pendekatan tertentu sehingga menghasilkan suatu kesimpulan yang berupa pengetahuan ilmiah. Ilmiah dalam arti sistem dan struktur ilmu dapat dipertanggungjawabkan secara terbuka. Suatu keharusan bagi ilmuwan memiliki moral dan akhlak untuk membuat pengetahuan ilmiah menjadi pengetahuanyang didalamnya memiliki karakteristik kritis, rasional, logis, objektif, dan terbuka. Disampingitu, pengetahuan yang sudah dibangun harus memberikan kegunaan bagi kehidupan manusia, menjadi penyelamat manusia, serta senantiasa menjaga kelestarian dan keseimbangan alam. Disinilah letak tanggung jawab ilmuwan untuk memiliki sikap ilmiah.Para ilmuwan sebagai profesional di bidang keilmuan tentu perlu memiliki visi moral, yangdalam filsafat ilmu 9disebut sebagai sikap ilmiah, yaitu suatu sikap yang diarahkan untuk mencapai pengetahuan ilmiah yang bersifat objektif, yang bebas dari prasangka pribadi, dapatdipertanggungjawabkan secara sosial dan kepada Tuhan.
2. Saran
            Seorang Ilmuwan harus memiliki sikap ilmah karena sikap ilmiah adalah suatu sikap yang diarahkan untuk mencapai suatu pengetahuan ilmiah yang bersifat obyektif. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat penting bagi manusia, karena itu semua menentukan hidup manusia, apakah akan berhenti dengan ketertinggalan ilmu di era globalisasi ini atau akan mengikuti perkembangan dunia.










DAFTAR PUSTAKA
Prof. Dr. Amsal Bakhtiar,MA,  Filsafat Ilmu, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2010
Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu, Sebuah Pengantar Populer, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 2009
Prof. Konrad Kebung, Ph.D,  Filsafat Ilmu Pengetahuan, Pustakaraya, Jakarta, 2011.
Drs. Surajio, Ilmu Filsafat Suatu Pengantar, PT Bumi Aksara, Jakarta, 2005




Tidak ada komentar:

Posting Komentar